Review Buku: Diplomasi Damai Santo dan Sultan

Buku yang mengisahkan peran Santo Fransiskus untuk mengakhiri Perang Salib di Mesir!





Sumber gambar: Foto pribadi
Keterangan: Sampul depan buku Diplomasi Damai Santo dan Sultan






Nenavizan - Rabu, 13 Februari 2022 (15 Jumadil Akhir 1443 H) merupakan hari yang cukup melelahkan. Hari ini, saya dan sejumlah teman memperbaiki ulang apa yang sudah kami kerjakan di Data Hall 3.

Tibalah sore dan saya ingin menyegarkan pikiran di belakang kontrakan. Segelas kopi hangat dan cilok tersedia di samping sedangkan jari jemari saya mengetik dan scrolling layar hp android.

Koneksi internet yang lumayan cepat membuat saya semangat memasuki toko buku online. Sekali lagi, saya mencari buku sejarah yang belum saya miliki.

Saya berminat mencari buku seputar Kesultanan Ayyubiyah (1174-1250) yang pernah berdiri di Mesir lalu saya menemukan buku berlatar belakang perdamaian di kala Perang Salib V (1213-1221).

Judul: Diplomasi Damai Santo dan Sultan

Tajuk: Jejak Perdamaian dalam Perang Salib yang Tak Banyak Diketahui

Penulis: Paul Moses

Penerjemah: Adi Toha

Penyunting: Muhammad Husnil

Penerbit: PT Pustaka Alvabet (anggota IKAPI)

Cetakan: Pertama

Tahun Terbit: November 2019

ISBN: 978-623-220-069-2

Ukuran: 13 X 20 CM

Ketebalan: 440 halaman

COVER DEPAN


Di sampulnya terlihat jelas terdapat gambar Sultan Al-Kamil ditemani para pejabat dan tentara Ayyubiyah sedang menyimak khutbah Santo Fransiscus tentang ajaran Kristen. Gambar tersebut merupakan bagian dari patung buatan Arnoldo Zocchi di luar Gereja St. Joseph, Kairo, Mesir.

Di atas gambar, judul buku memakai teks berwarna putih dan kuning untuk tajuknya. Ada testimoni bagus dari John L. Esposito seputar buku yang ditulis oleh Paul Moses ini.

ISI


Buku berukuran 13 X 20 CM ini berisi tiga bagian besar. Bagian pertama yaitu Jalan Menuju Damietta  (halaman 3-94), kehidupan awal Giovanni di Bernardone hingga dia dikenal sebagai Santo Fransiscus yang rela meninggalkan kampung halamannya menuju Damietta, Mesir untuk menemui Sultan Al-Kamil.

Bagian kedua yaitu Peperangan (halaman 95-269). Bagian ini berkisah tentang Pengepungan Damietta (1218-1221) yang dilakukan oleh pasukan Salib pimpinan Kardinal Pelagius dan bagaimana usaha Santo Fransiscus menghentikan peperangan.






Sumber gambar: Foto pribadi
Keterangan: Isi buku Diplomasi Damai Santo dan Sultan






Walau sia-sia mengubah pandangan Pelagius, Santo Fransiscus ditemani seorang pengikutnya melewati bahaya dan berhasil berbincang dengan Sultan Mesir. Santo Fransiscus sangat berharap sang sultan masuk Kristen sehingga tidak ada lagi Perang Salib. Kenyataannya, Sultan Al-Kamil dan orang-orang Mesir membiarkan Santo Fransiscus berkhutbah dan Santo Fransiscus gagal mengkristenkan sultan.

Bagian ketiga yaitu Mengungkap Kisah  (halaman 271-319). Paul Moses mengabarkan bahwa kisah pertemuan damai Santo Fransiscus dan Sultan Al-Kamil pada 1219 telah ditutupi dan dimanipulasi dari generasi ke generasi oleh orang-orang Eropa untuk mencapai tujuan duniawi mereka khususnya untuk tetap menyalakan Perang Salib yang berujung kekalahan bagi mereka.

Di buku Diplomasi Damai Santo dan Sultan, mari kita jabarkan satu per satu.

Siapa Santo Fransiskus?


Giovanni di Bernardone (1181/1182-1226) adalah seorang lelaki yang berasal dari Asisi, Italia dan berubah menjadi lebih baik setelah dia ditawan oleh para bangsawan Perugia. Dia termasuk orang Asisi yang dipenjara di Perugia akibat kalah dalam Pertempuran Collestrada (1212).

Betapa memalukan dan mengenaskan dirinya yang terlibat dalam pertempuran antara penduduk Asisi melawan para bangsawan Perugia sehingga dia ditawan dan diperlakukan tak manusiawi.

Pengalaman buruknya mengubahnya untuk hidup damai dan menyuarakan perdamaian. Setelah mendapatkan izin dari Paus Innosensius III (memerintah 1198-1216), Giovanni di Bernardone mulai mendirikan ordo Fransiscus dan menyebarkan ajarannya.

Beberapa pengikutnya dikirim oleh Santo Fransiskus untuk menyebarkan ajaran Kristen di Hongaria, Jerman, Afrika Utara dan Palestina pada 1217. Perintah Kardinal Ugolino melarangnya pergi kemanapun.

Namun beberapa tahun kemudian, Santo Fransiskus pergi ke Damietta, Mesir untuk menghentikan peperangan yang dilakukan pasukan Salib. Usahanya gagal dan dia mulai menganggap Perang Salib akan berakhir bila Sultan Mesir mau masuk Kristen.

Dengan penuh keberanian, Santo Fransiskus dan seorang pengikutnya menuju kemah Sultan Al-Kamil. Mereka berharap sultan masuk Kristen setelah diizinkan berkhutbah di depan sang sultan, pejabat dan tentara Ayyubiyah.

Bagaimana pun, Santo Fransiskus dan pengikutnya gagal mengkristenkan Sultan Al-Kamil. Santo Fransiskus kembali ke kampung halamannya dan beberapa tahun kemudian, Santo Fransiskus wafat.

Siapa Sultan Malik Al-Kamil?


Malik Al-Kamil Nasrudin Muhammad (1180-1238) adalah putra sulung Sultan Malik Al-Adil. Al-Kamil ditunjuk oleh ayahnya sebagai raja muda di Mesir.

Sultan Malik Al-Adil (memerintah 1200-1218) juga menunjuk dua putra lainnya sebagai raja muda. Mereka adalah Al-Mu'azzam Isa Sharafuddin menjadi raja muda di Damaskus (Suriah) dan Al-Ashraf Musa Abu Fatah Al-Muzaffarudin memerintah Jezireh, utara Irak.

Berita kemenangan pasukan Salib di Damietta membuat Sultan Malik Al-Adil jatuh sakit dan wafat di Suriah. Al-Kamil pun menjadi penguasa Mesir selanjutnya dan harus membagi perhatiannya demi keamanan penduduk Mesir.

Kala pasukan Salib mengepung kota Damietta secara brutal, Santo Fransiscus dan seorang pengikutnya pergi menemui Sultan Al-Kamil. Santo meminta Sultan Malik Al-Kamil masuk Kristen agar tidak ada lagi Perang Salib. Sultan membiarkannya berkhutbah di depan dirinya, para pejabat dan pasukannya yang setia. Keimanan Sultan tidak terpengaruh oleh khutbah Santo yang panjang dan melelahkan.

Setelah Pengepungan Damietta (1218-1221) yang panjang dan mengerikan, pasukan Kesultanan Ayyubiyah berhasil mengusir mereka secara manusiawi dan Mesir lebih tenang. Namun Perang Salib ke-6 (1228-) diluncurkan oleh Paus Gregorius IX (memerintah 1227-1241) menambah serial panjang Perang Salib yang menjijikkan. Meski sebagian besar pemerintahannya dihabiskan untuk menghadapi kekejaman pasukan Salib, Sultan Malik Al-Kamil sukses sebagai salah satu penguasa Muslim yang pernah ada.

Mengapa Santo Fransiskus Menemui Sultan Malik al-Kamil?


Karena Santo Fransiskus menganggap Perang Salib akan berhenti jika dia berhasil mengkristenkan Sultan Al-Kamil melalui ceramahnya yang panjang dan melelahkan. Kalau pun Sultan Al-Kamil masuk Kristen, peperangan pasti akan terjadi lagi.

Adik-adik sultan maupun para pejabat dan jendral akan memberontak dan tentu, Kesultanan Ayyubiyah berada dalam bahaya. Lebih bahaya lagi bila pasukan Salib ikut campur dengan alasan membantu pemerintahan Sultan Al-Kamil.

Apa Warisan Santo Fransiskus?


Santo Fransiskus adalah salah satu tokoh agama yang menginginkan perdamaian daripada peperangan. Dia lebih suka mengkristenkan secara damai dibanding mengkristenkan lewat peperangan. Pandangannya tentang Kristenisasi jelas sangat berbeda dengan pemimpin pasukan Salib di Damietta yaitu Kardinal Pelagius.

Pelagius berambisi mengkristenkan orang-orang Islam melalui pertumpahan darah dan pandangan Pelagius ditiru oleh pasukan Ratu Isabella I dari Castile dan Raja Ferdinand II dari Aragon di Spanyol setelah mereka berhasil menghapus Keamiran Granada (1238-1492) melalui Perang Granada (1482-1492). Sementara ajaran Santo Fransiskus ditiru oleh para missionaris untuk mengkristenkan penduduk lokal tanpa peperangan seperti yang dilakukan oleh para missionaris Spanyol dan Portugis di wilayah Indonesia timur.

Terlepas dari ambisi Santo Fransiskus
dalam penyebaran agama melalui perdamaian, Santo Fransiskus yang toleran terhadap perbedaan keyakinan lebih disukai oleh orang-orang masa kini. Dia lebih suka orang-orang Kristen hidup damai di bawah pemerintahan Islam seperti yang dipraktekan oleh pemerintahan Sultan Al-Kamil daripada peperangan panjang pasukan Salib melawan pasukan Islam.







Sumber gambar: Foto pribadi
Keterangan: Sampul belakang buku Diplomasi Damai Santo dan Sultan






Siapa Penulis Buku Ini?


Paul Moses adalah penulis buku "Saint and the Sultan - The Crusades, Islam, and Francus of Asisi's Mission of Peace" yang terbit pada 2009. Lalu bukunya diterjemahkan dengan judul awal "Santo dan Sultan" lalu berganti judul dengan nama "Diplomasi Damai Santo dan Sultan" oleh Pustaka Alvabet.

Ini merupakan salah satu buku sejarah yang ditulis secara objektif dan netral oleh seorang sejarawan asal Paman Sam. Paul Moses menulis demi kemanusiaan dan perdamaian.

Menurut kamu, buku apa lagi yang harus saya ulas di blog ini? 🤔🤔


Baca juga:





Post a Comment (0)
Previous Post Next Post

Ingatlah!

Berkomentarlah sesuai yang kamu baca dan sopan.